Mubaroq, Ahmad Faruq and Pramudya, Dwi Nanda (2023) Pra Rancangan Pabrik Bioetanol Dari Limbah Kulit Kopi Dengan Proses Fermentasi Menggunakan Ragi Saccharomyces Cerevisiae. Other thesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Text
022119400000089_02211940000098-Undergraduate Thesis.pdf - Accepted Version Restricted to Repository staff only until 1 October 2025. Download (3MB) | Request a copy |
Abstract
Salah satu negara dengan penggunaan kendaraan terbesar di dunia adalah Indonesia. Data menunjukkan bahwa 136,137 juta unit pada 2020 dengan rincian 115,023 juta sepeda motor, 15,8 juta mobil penumpang, 5,08 juta truk, dan 233,26 ribu bus. Realitas ini menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan bahan bakar untuk kendaraan bermotor dalam jumlah yang besar. Secara total konsumsi energi final pada tahun 2019 sebesar 989,9 juta SBM (Setara Barel Minyak). Dimana Indonesia masih sangat bergantung pada penggunaan bahan bakar fosil sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Konsumsi energi fosil dalam jumlah besar menyebabkan semakin meningkatnya emisi karbon di Indonesia serta ketersediaan energi fosil yang semakin berkurang. Peningkatan emisi karbon ini akan merusak lapisan ozon dan menyebabkan pemanasan global. Sampai tahun 2017 BPS telah mencatat bahwa Indonesia menghasilkan 1.150 juta ton emisi karbon. Berangkat dari permasalahan tersebut, perlu pemikiran energi terbarukan sebagai alternatif penggantinya. Bahan bakar alternatif yang dapat digunakan saat ini sebagai pengganti bahan bakar fosil adalah bahan bakar etanol atau disebut juga bioetanol. Bioetanol memiliki kelebihan dibanding dengan BBM, diantaranya memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi (35%) sehingga terbakar lebih sempurna, bernilai oktan lebih tinggi (118) dan lebih ramah lingkungan karena mengandung emisi CO lebih rendah 19-25%. Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri ESDM No. 12 tahun 2015 menyebutkan bahwa bioetanol digunakan untuk substitusi BBM secara bertahap sampai menggunakan E20 pada 2025. Oleh karena itu apabila E20 ini terealisasi maka jumlah kebutuhan bioetanol pada 2025 akan meningkat hingga 7,9 juta kilo liter per tahun. Hal ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan mengingat jumlah bahan baku untuk bioetanol khususnya generasi kedua sangat melimpah di Indonesia. Salah satu yang paling sering dimanfaatkan adalah bahan selulosa. Bahan selulosa memiliki potensi sebagai bahan baku alternatif pembuatan etanol. Salah satu contohnya adalah limbah kulit kopi. Limbah kulit kopi mempunyai kandungan serat sebesar 65,2 %. Sementara, serat pada kulit kopi tersusun atas 49% selulosa; 24,5% hemiselulosa; dan lignin 7,63%. Berdasarkan data yang didapat dari United States Department of Agriculture diketahui bahwa produksi kopi Indonesia pada Juni 2022 yaitu sebesar 11350 ribu kantong dengan berat masing-masing kantong adalah 60 kg yang berarti Indonesia berperan 6,488% terhadap total hasil dunia. Kopi yang produksi tersebut kemudian akan dilakukan pengolahan dimana diketahui juga bahwa pengolahan kopi pada industri biasanya akan menghasilkan 65% biji kopi dan 35% limbah kulit kopi. Sehingga, bahan baku pembuatan bioetanol dari kulit kopi ini masih sangat berlimpah di Indonesia.
Pra Desain Pabrik Bioetanol dari Limbah Kulit Kopi ini direncanakan mulai beroperasi tahun 2028 dengan kapasitas produksi sebesar 8.8 Juta L/tahun. Lokasi pendirian pabrik ini direncanakan di Empat Lawang, Sumatera Selatam. Lokasi dipilih menjadi lokasi pendirian pabrik karena sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan yaitu ketersediaan bahan baku, lokasi pemasaran, aksesibilitas dan fasilitas transportasi, sumber energi listrik dan air, iklim dan topografi, sumber tenaga kerja serta hukum dan peraturan daerah yang berlaku.
Secara garis besar proses dilakukan pembuatan bioetanol ini adalah pre-treatment, hidrolisis, fermentasi dan pemurnian. Awal mula limbah kulit kopi dihancurkan dengan hammer mill hingga mencapai ukuran < 1 mm. Milling yang dilakukan dapat menghasilkan serat-serat biomassa yang lebih mudah dihidrolisis. Kemudian, limbah kulit kopi dilanjutkan menuju reaktor steam explosion dimana di dalamnya terjadi reaksi pemecahan lignoselulosa limbah kulit kopi dan menghasilkan output berupa pretreated limbah kulit kopi. Kemudian cellulignin akan dialirkan menuju reaktor delignifikasi atau pre-treatment alkali untuk dilakukan pemisahan antara selulosa dan lignin. Pada tahapan delignifikasi ini ditambahkan NaOH 10% ke dalam reaktor delignifikasi. Sebelum dimasukkan ke dalam reaktor, NaOH pekat harus diencerkan terlebih dahulu pada tangki mixer. Pada proses delignifikasi ini sebagian lignin akan larut menjadi black liquor. Setelah melalui tahap pre-treatment, limbah kulit kopi masuk ke reaktor R-210 dengan metode yang dipilih adalah Simultaneous Saccharification and Co-Fermentation (SSCF). Disini limbah kulit kopi akan melalui proses sakarifikasi dan sekaligus fermentasi dengan kondisi operasi suhu 30°C dan tekanan 1 bar dengan lama proses adalah 72 jam. Selama proses berlangsung akan terjadi perubahan tekanan di dalam reaktor, sehingga perlu dilakukan penyesuaian tekanan dengan menggunakan pressure valve untuk menjaga tekanan di 1 bar. Selanjutnya, proses dilanjutkan untuk menuju kolom distilasi, namun untuk mencapai grade bioetanol untuk keperluan bahan bakar yaitu etanol 99,5% maka dilakukan juga proses dehidrasi dengan metode silica gel.
Pabrik ini rencana akan mulai dibangun pada tahun 2028 dan pengadaan alat akan dilakukan pada tahun yang sama dengan modal sendiri sebesar 40% dari biaya investasi dan modal pinjaman sebesar 60% dari investasi dengan bunga sebesar 9,25%. Maka nilai NPV sebesar $631.030 atau Rp 9.848.674,52, nilai Internal Rate of Return sebesar 12,06% dengan memasang harga jual produk $14,31/liter, dengan Pay Out Time pada 2036 dan BEP sebesar 47%.
==================================================================================================================================
Indonesia is one of the nations with the world's highest car usage rates. Data indicates that 136.137 million units will be produced in 2020, including 233.26 thousand buses, 5.08 million lorries, 15.8 million passenger cars, and 115.023 million motorcycles. This fact demonstrates Indonesia's huge requirement for gasoline for motorized vehicles. 2019 saw a total final energy usage of 989.9 million BOE (Barrels of Oil Equivalent) where Indonesia is still heavily reliant on using fossil fuels to power cars. Carbon emissions in Indonesia rise as a result of heavy fossil fuel consumption, which also reduces the supply of fossil fuels. The ozone layer will be harmed and global warming will result from this rise in carbon emissions. Indonesia produced 1,150 million tons of carbon emissions up till 2017, according to BPS data. To solve these issues, renewable energy must be considered as a possible replacement. Ethanol fuel, also known as bioethanol, is a modern alternative fuel that can be used in place of fossil fuels. In comparison to fuel, bioethanol has several advantages, including a higher oxygen content (35%) that allows it to burn more thoroughly, a better octane rating (118), and the fact that it emits 19–25% fewer carbon dioxide emissions. According to Indonesia's government's Regulation of the Minister of Energy and Mineral Resources No. 12 of 2015, bioethanol will gradually replace gasoline until 2025, when E20 would be used instead. Therefore, if E20 is implemented, the required annual production of bioethanol will rise to 7.9 million kiloliters by 2025. Given that Indonesia has an abundance of bioethanol raw materials, particularly the second generation, this has the potential to be developed. Cellulose is one of the materials that is utilized the most. Potentially, cellulose could serve as a different source of raw materials for ethanol synthesis. Coffee skin waste is one illustration. The fiber content of coffee skin waste is 65.2%. The fiber in coffee skin is made up of lignin 7.63%, 24.5% hemicellulose, and 49% cellulose. Based on information from the US Department of Agriculture, it is estimated that ix Indonesia would produce 11,350 thousand bags of coffee in June 2022, each weighing 60 kg, or 6.488% of the world's total production. The coffee will next be processed, where it is also known that 35% of the coffee skin and 65% of the coffee beans are often left over after processing. Thus, the raw material for making bioethanol from coffee husks is still very abundant in Indonesia. The 8.8 million L/year pre-design bioethanol plant using coffee skin waste is scheduled to begin production in 2028. South Sumatra's Empat Lawang is where this factory is expected to be built. The site was selected because it met the predetermined criteria for the factory establishment, including the availability of raw materials, marketing location, accessibility, and transportation facilities, sources of electricity and water, climate and topography, sources of labor, as well as applicable local laws and regulations. Pre-treatment, hydrolysis, fermentation, and purification are the general steps in the production of bioethanol. The coffee husk waste was initially ground with a hammer mill to a size of 1 mm. Biomass fibers made through milling may be easier to hydrolyze. The coffee husk waste is then transferred to the steam explosion reactor, where it undergoes a reaction known as lignocellulosic breakdown, which results in the production of pretreated coffee skin waste. The separation of cellulose and lignin will thereafter be carried out by the cellulignin flowing into the delignification reactor or alkaline pre-treatment. 10% NaOH was added to the delignification reactor at this point in the delignification process. Concentrated NaOH must be diluted before being added to the reactor. 10% NaOH was added to the delignification reactor at this point in the delignification process. Concentrated NaOH must be diluted first in the mixer tank before being added to the reactor. A portion of the lignin will disintegrate into black liquor during this delignification process. The coffee husk waste enters the R-210 reactor using the method chosen, simultaneous saccharification and co-fermentation, after going through the pre-treatment stage (SSCF). Here, the coffee skin waste will undergo fermentation and saccharification simultaneously under working conditions of 30 °C and 1 bar pressure over 72 hours. The pressure in the reactor will fluctuate throughout the operation, so a pressure valve must be used to regulate the pressure so that it stays at 1 bar. The process is also carried on to the distillation column, but a silica gel-based dehydration step is also completed to attain the grade of bioethanol for fuel, which is 99.5% ethanol. Construction on this facility is scheduled to start in 2028, and equipment will be purchased in the same year using a combination of own capital representing 40% of the x investment cost and loan capital representing 60% of the investment at a 9.25% interest rate. Using a product selling price of $ 14.31 per liter, an internal rate of return of 12.06%, a payout time of 2036, and a BEP of 47%, the NPV value is then $ 631,030 or IDR 9,848,674.52.
Item Type: | Thesis (Other) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Bioetanol, Kopi, Lignoselulosa, Selulosa |
Subjects: | Q Science Q Science > QD Chemistry > QD320 Cellulose. Hydrolysis |
Divisions: | Faculty of Industrial Technology and Systems Engineering (INDSYS) > Chemical Engineering > 24201-(S1) Undergraduate Thesis |
Depositing User: | Ahmad Faruq Mubaroq |
Date Deposited: | 02 Aug 2023 02:31 |
Last Modified: | 02 Aug 2023 02:31 |
URI: | http://repository.its.ac.id/id/eprint/101889 |
Actions (login required)
View Item |