Raihan, Naufal Awaly (2025) Deteksi Potensi Longsor Pada Jalur Kereta Api Trans Sulawesi Ruas Makassar-Parepare Menggunakan Metode InSAR dan Analisis Hotspot. Other thesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
![[thumbnail of 5016211013-Undergraduate_Thesis.pdf]](http://repository.its.ac.id/style/images/fileicons/text.png) |
Text
5016211013-Undergraduate_Thesis.pdf - Accepted Version Restricted to Repository staff only Download (13MB) | Request a copy |
Abstract
Pembangunan jalur kereta api Trans Sulawesi ruas Makassar–Parepare merupakan proyek strategis nasional yang bertujuan untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah serta mendorong pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan. Namun demikian, karakteristik geologi yang kompleks, topografi bergunung, serta curah hujan yang tinggi menjadikan wilayah ini rentan terhadap deformasi tanah dan potensi terjadinya longsor. Untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko tersebut, dilakukan analisis deformasi permukaan menggunakan metode PS-InSAR terhadap citra Sentinel-1 periode 2019–2023. Metode PS-InSAR dipilih karena kemampuannya dalam memantau perubahan permukaan tanah secara runtun waktu (time-series) dengan ketelitian tinggi, khususnya untuk deformasi yang bersifat lambat dan terjadi dalam jangka panjang. Selain itu, dilakukan pula analisis hotspot menggunakan metode Getis-Ord Gi untuk mendeteksi klaster signifikan dari deformasi tinggi, yang kemudian dikorelasikan dengan faktor lingkungan seperti curah hujan, kemiringan lereng, dan jenis batuan. Hasil analisis menunjukkan sebanyak 464.796 titik PS berhasil diidentifikasi di sepanjang jalur, dengan rentang deformasi antara –6,564 hingga +10,684 mm/tahun dan rata-rata tren uplift sebesar +2,242 mm/tahun. Dalam buffer 1 km dari jalur rel, terdapat 57.789 titik dengan tren uplift yang lebih tinggi, yakni +2,809 mm/tahun. Analisis hotspot mengungkap 8.598 titik subsidence dan 6.178 titik uplift ekstrem, dengan konsentrasi tertinggi berada di wilayah Makassar, Maros, dan Pangkajene dan Kepulauan. Distribusi subsidence juga banyak ditemukan pada area dengan tingkat kerawanan rendah hingga sedang. Korelasi statistik menunjukkan hubungan negatif sedang antara deformasi dan curah hujan (r = 0,246), serta korelasi lemah dengan kemiringan lereng (r = 0,108), jenis tanah (r = 0,059), dan korelasi seedang pada batuan geologi (r = 0,246). Hal ini mengindikasikan bahwa selain faktor lingkungan, deformasi tanah juga kemungkinan dipengaruhi oleh faktor antropogenik seperti aktivitas pembangunan, tekanan beban dari infrastruktur, perubahan penggunaan lahan, serta kondisi tanah lokal yang berbeda beda.
=========================================================================================================================================
The construction of the Trans-Sulawesi railway line connecting Makassar and Parepare is a national strategic project aimed at enhancing interregional connectivity and promoting economic growth in South Sulawesi. However, the region's complex geological characteristics, mountainous topography, and high rainfall levels make it susceptible to ground deformation and potential landslides. To identify and assess these risks, surface deformation analysis was carried out using the Persistent Scatterer Interferometric Synthetic Aperture Radar (PS-InSAR) method on Sentinel-1 imagery from 2019 to 2023, chosen for its ability to monitor long-term, slow-moving surface changes with high precision through time-series analysis. A hotspot analysis using the Getis-Ord Gi* method was also conducted to detect significant clusters of high deformation, which were then correlated with environmental factors such as rainfall, slope gradient, and rock type. The analysis identified 464,796 Persistent Scatterer (PS) points along the railway corridor, with deformation rates ranging from –6.564 mm/year to +10.684 mm/year, and an average uplift trend of +2.242 mm/year; within a 1 km buffer zone along the railway, 57,789 points exhibited an even higher uplift trend of +2.809 mm/year. The hotspot analysis revealed 8,598 extreme subsidence points and 6,178 extreme uplift points, with the highest concentrations located in Makassar, Maros, and Pangkajene and Kepulauan, and subsidence also commonly observed in areas with low to moderate susceptibility levels. Statistical correlations showed a moderate negative relationship between deformation and rainfall (
Actions (login required)
 |
View Item |