Kafka, Itsar Rayhan (2022) Common Commute: (Sebuah Percobaan) Menuju Arsitektur Yang Banal. Other thesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
![]() |
Text
08111840000088-Undergraduate_Thesis.pdf Restricted to Repository staff only Download (13MB) | Request a copy |
Abstract
Banal merupakan kosakata yang jarang sekali kita temui dalam konteks perancangan arsitektur. Bagaimana tidak? Dalam konteks perancangan arsitektur kontemporer, cukup tabu menggunakan banalitas sebagai setir dalam merancang arsitektur. Kritik terhadap arsitektur yang tidak berkarakter, sehingga terkesan dangkal secara substansial maupun perseptual dilayangkan oleh arsitek dan teoris dengan label pasca-modern terhadap arsitektur era modern. Membanalkan arsitektur bukan membuatnya tidak cantik, bukan membuatnya kecil, bukan pula membuatnya tidak dapat dinikmati dan dikritik. Membanalkan arsitektur bisa saja berarti menyopankan bangunan dengan konteksnya, mendekatkan bangunan dengan kehidupan domestik, menciptakan ruang yang demokratis pada rancangan. Atau bisa juga dengan menggalakkan langgam estetika baru yang non-modis. Membanalkan arsitektur pada dasarnya dapat ditempuh dengan dua cara, dengan bagaimana ia dirancang dan bagaimana ia terlihat. Bila kedua metode ini digunakan, mungkin akan tercipta arsitektur yang mengonduksi nilai banal. Guna mencari relevansi atas banalitas didalam konteks merancang, dilakukan reinterpretasi terhadap definisi dari banal dalam kosakata arsitektur. Digunakan pendekatan fungsionalisme, kontekstualisme, serta keseharian dengan harapan karya rancang menjadi banal dan lebur dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, namun tetap memiliki nilai-nilai lain yang meningkatkan kualitas spasialnya sebagai sebuah lingkungan binaan. Konteks fungsi rancangan sebagai infrastruktur yang dikonsumsi secara utiliter, asas kontekstualisme sebagai jangkar banalitas, dan atribut keseharian guna menciptakan rancangan yang berperan sebagai ruang ketiga bagi komunitas. Hasil akhir rancangan bukanlah sebuah arsitektur yang secara perseptual mudah dikatakan banal, namun terdapat pelajaran penting bahwa butuh banyak hal diluar kuasa perancang untuk membanalkan arsitektur. Bahwasanya, sudah menjadi sifat alami sebuah proses kreatif untuk tidak menghasilkan intervensi yang banal. Yang dapat perancang usahakan adalah mengutilisasikan entitas yang dangkal untuk kemudian ditransformasikan.
=====================================================================================================================================
"Banal” is a vocabulary that we rarely encounter in the context of architectural design. How could that be? In the context of contemporary architectural design, it is quite taboo to use banality as a steering wheel in designing architecture. Critics on building that has no character, so that it seems substantively superficial and perceptual is raised by architects and theorists with post-modern labels on modern-era architecture. Banal-ing architecture does not make it unpretentious, it does not make it small, nor does it make it unenjoyable and criticised. Balancing architecture may mean fitting the building with its context, bringing the building closer to domestic life, creating a democratic space in the design. Or it could be by promoting a new, non-fashionable aesthetic style. Balancing architecture can basically be done in two ways, by how it is designed and how it looks. When these two methods are used, it is possible to create an architecture that conducts banal values. In order to find the relevance of banality in the context of designing, a reinterpretation of the definition of banal in architectural vocabulary is carried out. Functionalism, contextualism, and everyday approaches are used in the hope that the design work becomes banal and blends in with people's daily lives, but still has other values that enhance its spatial quality as a built environment. The context of the design function as infrastructure that is consumed in a utilitarian manner, the principle of contextualism as an anchor of banality, and everyday attributes to create a design that acts as a third-space for the community. The final result of the design is not an architecture that is perceptually easy to be grasped as banal, but there is an important lesson that it takes a lot of things beyond the power of the designer to make an architecture banal. In fact, it is the nature of a creative process not to produce banal interventions. What the designer can try is to make use of shallow entities to be later transformed.
Item Type: | Thesis (Other) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Banal, Keseharian, Konteks, Sirkulasi, Transit, Banal, Circulation, Context, Everydayness, Transit |
Subjects: | N Fine Arts > NA Architecture N Fine Arts > NA Architecture > NA2750 Architectural design. |
Divisions: | Faculty of Architecture, Design, and Planning > Architecture > 23201-(S1) Undergraduate Thesis |
Depositing User: | Mr. Marsudiyana - |
Date Deposited: | 24 Sep 2025 06:50 |
Last Modified: | 24 Sep 2025 06:50 |
URI: | http://repository.its.ac.id/id/eprint/128405 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |