Silaban, Belli Martha Judika and Yuwono, Li Felix (2017) Optimasi Fermentasi Produksi Etanol dari Nira Siwalan (Borassus flabellifer) Menggunakan Mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis dengan Metode Respon Permukaan (Response Surface Methodology). Undergraduate thesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Preview |
Text
2313100046-2313100075-Undergraduate_Theses.pdf - Published Version Download (3MB) | Preview |
Abstract
Pertumbuhan populasi manusia yang pesat menyebabkan konsumsi energi naik secara signifikan. Sehingga eksploitasi terhadap sumber daya fosil yang jumlahnya terbatas pun terus dilakukan. Bioetanol sebagai hasil dari fermentasi gula, pati, atau bahan berselulosa diharapkan dapat menggantikan minyak bumi sebagai bahan bakar, karena bahan bakunya yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan. Nira Siwalan yang komponen gula utamanya terdiri dari sukrosa, glukosa, dan fruktosa dapat digunakan sebagai bahan baku etanol sekaligus meningkatkan nilai guna dan harga jualnya. Kandungan gula yang mencapai 10-20% sangat baik jika digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Saccharomyces cerevisiae adalah mikroorganisme yang biasa digunakan untuk fermentasi bioetanol, karena mempunyai toleransi yang tinggi terhadap alkohol, laju fermentasi yang cepat, dan menghasilkan yield etanol yang tinggi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa Pichia stipitis dapat digunakan sebagai mikroorganisme alternatif untuk fermentasi, karena kemampuannya mengurai gula dalam konsentrasi tinggi, waktu fermentasi cepat, dan menghasilkan produksi etanol optimal dalam kondisi mikroaerobik. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dan membandingkan parameter fisik yang dibutuhkan untuk fermentasi nira siwalan dengan Saccharomyces cerevisiae dan kultur campuran antara Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis untuk menghasilkan konsentrasi etanol optimum. Fermentasi dilakukan secara batch sampai 80 jam dengan volume kerja 100 mL, mikroorganisme tersebut dikultivasi dalam nira steril dan parameter fisik yang diterapkan adalah pH, konsentrasi inokulum, dan konsentrasi gula. Eksperimen dilakukan sebanyak 19 kali didasarkan pada Central Composite Design (CCD). Response Surface Methodology (RSM) digunakan untuk mengetahui kondisi optimum untuk menghasilkan yield etanol tertinggi dengan variasi parameter fisik yang ditetapkan. Yield etanol tertinggi menggunakan Saccharomyces cerevisiae adalah 0.2368 (g/g) diperoleh pada pH 4.8, konsentrasi inokulum 12,740,970 sel.mL-1/gL-1 glukosa, dan konsentrasi gula 110 g/L. Sementara kultur campuran antara Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis menghasilkan yield etanol maksimum 0.4269 (g/g) pada pH 5, konsentrasi inokulum 7,251,454 sel.mL-1/gL-1 glukosa, dan konsentrasi gula 110 g/L. Model menunjukkan bahwa parameter pH dan konsentrasi inokulum paling berpengaruh signifikan terhadap yield etanol yang dihasilkan untuk kedua variabel mikroorganisme. Dibutuhkan range yang lebih besar agar konsentrasi gula juga memiliki pengaruh yang signifikan, tetapi karena keterbatasan bahan baku, maka hanya bisa menggunakan range 110 – 130 g/L. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa kultur campuran antara Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis memberikan hasil yang lebih baik pada produksi etanol dan waktu fermentasi yang lebih cepat yaitu 48 jam daripada kultur murni Saccharomyces cerevisiae yang membutuhkan waktu 80 jam untuk proses fermentasi. Eksperimen juga telah dilakukan untuk membuktikan hasil teoritis optimasi oleh RSM. Hasil eksperimen menunjukkan fermentasi optimum Saccharomyces cerevisiae menghasilkan yield 0.2221 (g/g) dan deviasi 6.2% sedangkan mixed culture menghasilkan yield 0.4066 (g/g) dan deviasi 4.8%.
=========================================================================================================
The rapid growth of human population caused the energy consumption raised significantly. Because of that, the exploitation of the limited resources of fossils continues. Much research on alternative energy sources is continued to overcome the scarcity of energy, one of which is bioethanol. Bioethanol as the result of sugar fermentation is expected to replace petroleum as fuel, because its raw material can be renewed and environmentally friendly. The raw materials can be sugar based, starch based, or cellulosic based. Palmyra sap (Borassus flabellifer) whose main sugar components consist of sucrose, glucose, and fructose can be used as ethanol feedstock while increasing the economic value. Palmyra trees can grow in tropical area especially in the coastal area. The high sugar contain which reaches 10-20% is good for using as bioethanol raw material. Saccharomyces cerevisiae is conventional microorganism for ethanol fermentation, because of the high alcohol tolerance, rapid fermentation rate, and produces high ethanol yields. Recent studies have shown that Pichia stipitis can be used as an alternative microorganism for ethanol fermentation, because of its ability to break down sugars in high concentration, rapid fermentation times, and produce optimal ethanol concentration in microaerobic conditions. This study aims to determine and compare the physical parameters required for the fermentation of Palmyra sap using Saccharomyces cerevisiae and mixed culture of Saccharomyces cerevisiae and Pichia stipitis to produce optimum ethanol concentration. Fermentation was carried out batch wise with a working volume of 100 mL and up to 80 hours fermentation time. The microorganisms were cultivated in sterile sap and the physical parameters varied were pH, inoculum concentration, and sugar concentration. The experiment was conducted in 19 runs based on design by Central Composite Design (CCD). Response surface methodology is used to determine the optimum conditions to produce the highest ethanol yield with variation of established physical parameters. The highest ethanol yield using Saccharomyces cerevisiae was 0.2368 (g/g) obtained at pH 4.77, inoculum concentration 12,740,970 cell.mL-1/gL-1 glucose, and sugar concentration 110 g/L. While mixed culture between Saccharomyces cerevisiae and Pichia stipitis resulted in maximum ethanol yield of 0.4269 (g/g) at pH 4.95, inoculum concentration 7,251,454 cell.mL-1/gL-1 glucose, and sugar concentration 110 g/L. The model showed that pH and inoculum concentration parameters had the most significant effect on the yield of ethanol produced by the two microorganism variables because their p values were less than 0.05. It takes a larger range so that sugar concentration also have a significant effect, but because of the limitation of the feedstock the sugar concentration range remain small. From these result we can conclude that mixed culture between Saccharomyces cerevisiae and Pichia stipitis gives better results on ethanol production and faster fermentation time which 48 hours than pure culture of Saccharomyces cerevisiae that takes fermentation time up to 80 hours. The experiment of optimum condition has been done to verified the optimization theoretical result by response surface and the result shown that the yield are 0.2221 (g/g) for Saccharomyces cerevisiae and 0.4066 (g/g) for mixed culture. The deviation for Saccharomyces cerevisiae was 6.2% and for mixed culture was 4.8 %.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Etanol; Nira Siwalan; Fermentasi Batch; Saccharomyces cerevisiae; Pichia stipitis; CCD; RSM |
Subjects: | T Technology > TP Chemical technology > TP156 Crystallization. Extraction (Chemistry). Fermentation. Distillation. Emulsions. |
Divisions: | Faculty of Industrial Technology > Chemical Engineering > 24201-(S1) Undergraduate Thesis |
Depositing User: | Belli Martha Judika Silaban |
Date Deposited: | 12 Sep 2017 03:27 |
Last Modified: | 06 Mar 2019 01:51 |
URI: | http://repository.its.ac.id/id/eprint/43605 |
Actions (login required)
View Item |