Dewi, Arinda Kusuma (2020) Analisis Perbandingan Metode Aerial Videogrammetry dan Close Range Photogrammetry untuk Pengembangan Pemodelan 3 Dimensi Berbasis Augmented Reality (Studi Kasus: Gapura Bajang Ratu). Other thesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Preview |
Text
03311640000031-Undergraduate_Thesis.pdf Download (3MB) | Preview |
Abstract
Gapura Bajang Ratu merupakan salah satu warisan cagar budaya peninggalan Kerajaan Majapahit yang berada di Dukuh Kraton, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Gapura ini telah mengalami beberapa kali pemugaran dengan pemugaran terakhir pada tahun 1992. Melakukan rekosntruksi 3D terhadap Gapura Bajang Ratu merupakan salah satu cara untuk melestarikan bangunan tersebut sebagai warisan cagar budaya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu fotogrametri jarak dekat dan aerial videogrametri dengan pemotretan objek secara high oblique dan oblique. Perbedaan dari kedua metode akuisisi data tersebut adalah melalui pengambilan data berupa foto serta video. Untuk pengambilan data berupa video tersebut akan dikonversi menjadi foto.
Hasil perbandingan kedua metode tersebut diperoleh jumlah geometri yang paling baik, yaitu pada metode CRP High Oblique dengan 343.852 sparse point cloud, 14.163.175 dense point cloud dan 942.074 faces serta 472.855 vertices. Metode CRP & Aerial Videogrammetry Oblique juga dapat menampilkan relief dari Gapura, akan tetapi pada sisi bagian pintu masuk ke dalam bangunan memiliki perbedaan yang signifikan dengan objek asli di lapangan akibat pemotretan objek yang dilakukan secara miring sehingga tidak dapat menjangkau bagian dalam pintu. Tetapi metode CRP Oblique masih lebih jelas dalam menampilkan detail relief daripada metode Aerial Videogrammetry Oblique. Sedangkan, hasil geometri untuk metode Aerial Videogrammetry tidak sebaik metode CRP akibat adanya proses konversi video menjadi foto serta perbedaan resolusi gambar sehingga kurang jelas dalam menampilkan relief bangunan. Kemudian, untuk ketelitian geometrik yang lebih baik berada pada metode CRP high oblique dengan RMSEx= 0,043 m, RMSEy= 0,049 m, dan RMSEz =0,092 m. Selanjutnya, berdasarkan durasi pengambilan data yang lebih rendah berada pada metode Aerial Videogrammetry High Oblique, yaitu 10 menit. Untuk jumlah foto dengan hasil paling baik adalah metode Aerial Videogrammetry Oblique, yaitu 238 foto. Sedangkan untuk rata-rata penggunaan memori komputer diperoleh hasil penggunaan yang lebih rendah selama pengolahan data, yaitu 7,0/15,9 GB dan untuk penggunaan tertinggi berada pada metode CRP High Oblique, yaitu 8,6/15,9 GB. Berdasarkan tampilan augmented reality dari Gapura Bajang Ratu dengan metode close range photogrammetry masih dapat menampilkan detail relief dari Gapura Bajang Ratu dengan jumlah 10.000 faces & 5.374 vertices untuk CRP High Oblique serta 9.999 faces & 5.174 vertices pada CRP Oblique, dibandingkan dengan metode aerial videogrammetry walaupun memiliki nilai yang hampir mirip akan tetapi tidak begitu jelas dalam menampilkan relief yang ada di Gapura Bajang Ratu.
===========================================================================================
Bajang Ratu Temple is one of the historical heritage of Majapahit Kingdom located in the Dukuh Kraton, Temon Village, Trowulan District, Mojokerto Regency, East Java. This temple has been renovated several times with the last restoration in 1992. Performing 3D reconstruction of the Bajang Ratu Gate is one way to preserve the building as a cultural heritage.
The method used in this study is close range photogrammetry and aerial videogrammetry with high oblique and oblique photos. The difference between two methods is through taking data in the form of photos and videos. For data retrieval in the form of video will be converted into photos.
The results of the comparison of the two methods obtained the best amount of geometry, namely the CRP High Oblique method with 343,852 sparse point cloud, 14,163,175 dense point cloud and 942,074 faces & 472,855 vertices. The CRP & Aerial Videogrammetry Oblique method can also display relief from the temple, but on the side of the entrance to the building has a significant difference with the original object in the field due to the oblique photo shoot so that it can’t reach the inside of the door. But the Oblique CRP method is still more clear in presenting relief details than the Oblique Aerial Videogrammetry method. Meanwhile, the geometry results for the Aerial Videogrammetry method are not as good as the CRP method due to the process of converting video to photo as well as differences in image resolution so that it is less clear in displaying reliefs of buildings. Then, for better geometric accuracy, that is the CRP high oblique method with RMSEx= 0,043 m, RMSEy= 0,049 m, dan RMSEz =0,092 m. Furthermore, based on the duration of data retrieval which is lower is the Aerial Videogrammetry High Oblique method, only 10 minutes. For the number of photos with the best results is the Aerial Videogrammetry Oblique method, with 238 photos. Whereas for the average use of computer memory obtained lower usage results during data processing, which is 7.0/15,9 GB and for the highest use is the CRP High Oblique method, that is 8.6/15,9 GB. Based on the augmented reality view of the Bajang Ratu Temple with the close range photogrammetry method, it can display detailed reliefs of the Bajang Ratu Temple with 10,000 faces & 5,374 vertices for CRP High Oblique and 9,999 faces & 5,174 vertices in CRP Oblique, compared to the aerial videogrammetry method, although has a value that is almost similar but not very clear in displaying reliefs of the Bajang Ratu Temple.
Actions (login required)
View Item |