Ketidak-panggahan dalam Arsitektur Kajian tentang Arsitektur Kramat Buyut Trusmi

Santosa, Revianto Budi (2017) Ketidak-panggahan dalam Arsitektur Kajian tentang Arsitektur Kramat Buyut Trusmi. Doctoral thesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

[thumbnail of 3213311004-Disertation.pdf] Text
3213311004-Disertation.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (5MB) | Request a copy

Abstract

Dalam teori arsitektur yang berkembang, terutama di Eropa dan Amerika, arsitektur
diasumsikan sebagai produk yang final dan permanen sehingga diupayakan untuk berada
sebagaimana kondisi pada akhir penciptaan. Pada kenyataannya arsitektur berubah baik karena
faktor-faktor alami atau karena faktor-faktor keterlibatan manusia. Di Nusantara banyak praktik
berarsitektur yang bukan hanya menerima adanya perubahan tapi bahkan merayakannya
sehingga menciptakan arsitektur yang memang tidak abadi, yang disiapkan untuk diubah, yang
terus menerus diperbaiki atau bahkan yang ditujukan untuk dihancurkan.
Kesenjangan yang besar antara praktik yang menegaskan ketidak-panggahan dan teori
yang didasari atas prinsip kepanggahan tersebut menjadi fokus kajian ini melalui pengembangan
teori dasar arsitektur yang menekankan pada arsitektur sebagai proses dan observasi terhadap
tradisi arsitektur yang menekankan pada ketidak-panggahan. Teori yang terpilih adalah teori
Klassen (1990) tentang “The Process of Architecture” dan teori Norberg-Schulz (2000) tentang
“The Presence of Architecture”. Objek yang dikaji adalah Kramat Buyut Trusmi di Cirebon
yang memiliki tradisi pembangunan berulang dengan material tak-panggah dalam skala besar,
melibatkan masyarakat dalam jumlah yang banyak serta berakar pada budaya setempat dalam
jangka waktu yang lama. Dengan menggunakan metoda fenomenologi-hermeneutika
sebagaimana kedua teori yang dikembangkan tersebut, kajian ini diharapkan mampu untuk
menyajikan gambaran serba cakup tentang objek yang dikaji dan mengembangkan masingmasing
komponen teori maupun keseluruhannya.
Pengamatan secara fenomenologis dilakukan terhadap tradisi Memayu (mengganti atap
alang-alang) yang diselenggarakan tiap tahun, Buka Sirap (mengganti atap sirap kayu jati) yang
diselenggarakan tiap empat tahun, serta pembangunan tak berkala di Kramat Buyut Trusmi. Dari
pendalaman terhadap tradisi tersebut dengan pendekatan hermeneutika didapatkan sejumlah
konsep kunci yang melandasi praktik berarsitektur dengan ketidak-panggahan yang menonjol di
Trusmi. Konsep tentang tempat yang menjadi asal muasal sekaligus bertransformasi menjadikan
pembangunan berkala penting untuk menghidupkan kembali momen awal, sedangkan
pembangunan tak berkala ditujukan untuk mentransformasikan kompleks ini. Konsep tentang waktu yang bersifat sinkronis dan diakronis yang untuk memahami alam dan kehidupan sosialbudaya
di Trusmi menjadi landasan konstruksi temporal pelaksanaan pembangunan. Konsep
tentang material memberikan gambaran tentang sifat-sifat masing-masing material dan
kesesuaiannya untuk tiap bagian bangunan. Konsep tentang konstruksi dipahami sebagai upaya
memperbaiki, mengembangkan tapi juga mengembalikan keseluruhan kompleks ke peristiwa
asalnya.
Rumusan konseptual tersebut menjadi masukan untuk mengembangkan kedua teori
arsitektur tersebut. Secara keseluruhan kajian ini mengembangkan teori Heidegger tentang
kediaman Empat Serangkai yang dirujuk oleh Klassen dan Norberg-Schulz. Kediaman yang
didasari pada relasi antara bumi, langit, manusia dan tuhan ini selalu dihidupkan dan
diintensifkan dalam tradisi membangun tersebut sehingga menjadi praktik yang bermakna.
Berdasar konsep-konsep tersebut, masing-masing komponen teori dikembangkan
dengan menekankan pada ketidak-pangahan sebagai berikut: 1) “Mewujudkan arsitektur”
sebagai proses berulang yang melebur batas antara pembuatan dan penggunaan arsitektur, serta
antara pembuat dan pengguna arsitektur; 2) “Memanfaatkan arsitektur” yang meliputi manfaat
fisik, sosial dan spritual termasuk di dalamnya pembangunan sebagai strategi pemanfaatan; serta
3) “Menghayati arsitektur” yang meliputi penghayatan fisik, intelektual dan spiritual yang
diperoleh melalui praktik menciptakan dan memanfaatkan arsitektur serta menjembatani kedua
praktik tersebut.

========================================================================================

Architectural theories, especially those in Western Europe and North America, are
developed with the assumption that architecture is a final and permanent object. All effort after
its cosntruction is to keep the architecture in a pristine state. In reality, architecture change due to
natural factors and human factors. In Indonesia many practices related with architecture which
accept and even celebrate changes. People create architecture which are ephemeral, ready to
change, perpetually renewed or intended for its annihilation.
The main focus of this research is to fill the gap between practices celebrating the
ephemerality of architecture and theories emphasizing on the permanence of architecture. To
overcome the gap, an in-depth observation on Buyut Trusmi Shrine in Cirebon is carried out.
This place has a tradion to renew its building periodically using perishable materials in a large
scale, involving thousands of participants, and deeply rooted in the local custom for centuries.
The result of this observation is employed to develop Klassen’s (1990) theory on “The Process
of Architecture” and Norberg-Schulz (2000) theory on “The Presence of Architecture”; both see
architecture as a process rather than a final product.
Applying phenomenology and hermeneutics methods as in both theories above, this
research is carried out to provide a comprehensive view before focusing on the renewal of some
buildings in this place. This phenomenological observation focus on the Memayu (thatch roof
renewal), Buka Sirap (shingle roof renewal) and non-periodic construction in Kramat Buyut
Trusmi. Hermeneutic interpretation is performed to discover the underlying cultural concepts of
building remewal tradition employing perishable materials. These concepts are: 1) Place,
emphasizing on its role as the site of origin and its transformation, 2) Time, intertwining
diachronic and synchronic views, 3) Materials, related with its nature and its appropriate use, and
4) Construction as an effort to renew and return to origin.
Overall, these concepts are relevant with Heidegger’s notion of Fourfold Dwelling
relating a meaningful existence of a place with earth, sky, divine and mortals. These patterns of
relations is enlivened and preserved in building renewal practice tradition in Trusmi.
Based on these concepts of the development of the two theories above are formulated as
a new trilogy, namely: 1) “Creating architecture” as repetitive process and involving a large
number of people blurring the boundary between making and using and between makers and users, 2) “Taking benefit of architecture” including physical, social and spiritual benefits, which
includes the process of construction itself, and 3) “Comprehension of architecture” including
physical, intellectual and spiritual comprehension bridging the experience in making and using
architecture.

Item Type: Thesis (Doctoral)
Uncontrolled Keywords: teori arsitektur Klassen dan Norberg-Schulz, Kramat Buyut Trusmi, Memayu, architectural theories of Klassen and Norberg-Schulz; Buyut Trusmi Shrine; impermanence architecture; perishable materials; periodic building renewal arsitektur tak-panggah, material yang mudah lapuk, pembaruan bangunan berkala
Subjects: N Fine Arts > NA Architecture
Divisions: Faculty of Civil Engineering and Planning > Architechture > 23001-(S3) Doctoral
Depositing User: Anis Wulandari
Date Deposited: 12 May 2017 08:28
Last Modified: 27 Dec 2017 01:49
URI: http://repository.its.ac.id/id/eprint/41261

Actions (login required)

View Item View Item