Pengaruh Pola Operasi Terowongan Neyama 1 dan 2 Terhadap Elevasi Muka Air Parit Agung dan Parit Raya

Khanafi, Mochammad Ashar (2024) Pengaruh Pola Operasi Terowongan Neyama 1 dan 2 Terhadap Elevasi Muka Air Parit Agung dan Parit Raya. Diploma thesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

[thumbnail of 2036201046-Undergraduate_Thesis.pdf] Text
2036201046-Undergraduate_Thesis.pdf - Accepted Version
Restricted to Repository staff only until 1 October 2026.

Download (18MB) | Request a copy

Abstract

Sebelum Tahun 1942, daerah selatan Tulungagung merupakan daerah rawa. Kemudian setelah zaman kependudukan Jepang dan masa awal kemerdekaan Indonesia, dibangun dua terowongan bernama Terowongan Neyama 1 dan 2 (nama resmi: Terowongan Tulungagung Selatan 1 dan 2), kemudian dibangun pula terowongan ketiga untuk keperluan PLTA. Bersamaan dengan pembangunan terowongan-terowongan tersebut, dibangun juga saluran drainase Parit Agung dan Parit Raya. Parit Agung berperan sebagai drainase kawasan Tulungagung yang mendapatkan kiriman debit dari Kali Song, Kali Dawir, Kali Ngasinan Kiri, dan Kali Ngasinan Kanan. Sementara Parit Raya merupakan saluran drainase kawasan Trenggalek yang mendapatkan kiriman debit dari Kali Ngasinan melalui Pintu Air Bendo dan Kali Tawing. Selain dari sungai-sungai utama, Parit Agung dan Parit Raya juga memiliki sub-DAS yang mengirim debit limpasan hujan. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa debit puncak Q25 pada Kali Song 189,62 m3/detik, Kali Dawir 297,78 m3/detik, Kali Ngasinan Kiri 59,23 m3/detik, Kali Ngasinan Kanan 76,51 m3/detik, Kali Ngasinan/Pintu Air Bendo 355,57 m3/detik, dan Kali Tawing 198,17 m3/detik. Total debit limpasan sub-DAS Q25 pada Parit Agung 336,09 m3/detik, sedangkan pada Parit Raya 307,66 m3/detik. Saluran Tulungagung Selatan yang merupakan saluran setelah pertemuan antara Parit Agung dan Parit Raya memiliki total debit Q25 1835,53 m3/detik dengan mempertimbangkan debit limpasan sub-DAS, dan 1191,77 m3/detik tanpa mempertimbangkan debit limpasan sub-DAS. Terowongan 1 merupakan terowongan penampang lingkaran dengan diameter 7 (tujuh) meter yang memiliki kapasitas maksimum 413,41 m3/detik. Sementara Terowongan 2 merupakan terowongan penampang lingkaran dengan diameter 7 (tujuh) meter yang memiliki kapasitas maksimum 483,70 m3/detik. Sementara Terowongan PLTA Tulungagung diabaikan karena debit alirannya yang kecil dinilai tidak membantu banyak dalam pengelakan debit banjir. Dilakukan pemodelan sebanyak 8 (delapan) skenario pemodelan dengan memperimbangkan nilai debit yang masuk ke sistem serta kondisi bukaan kedua terowongan, apakah terbuka penuh atau tertutup. Pada saat kedua terowongan tertutup dan terjadi debit Q25 sungai-sungai utama dengan limpasan sub-DAS, terjadi genangan seluas 19,69 km2, sementara apabila kedua terowongan dibuka penuh terjadi genangan seluas 5,20 km2. Apabila kedua terowongan tertutup dan terjadi debit Q25 sungai-sungai utama, terjadi genangan seluas 11,18 km2, sementara apabila kedua terowongan dibuka penuh tidak terjadi genangan. Sehingga, didapatkan kesimpulan bahwa kedua terowongan tidak boleh ditutup bersamaan serta debit limpasan sub-DAS tidak boleh masuk ke sistem dan harus dikendalikan. Kemudian apabila salah satu dari kedua terowongan ditutup dan terjadi debit Q25 sungai-sungai utama, terjadi genangan hingga 4,16 km2. Kemudian dilakukan pemodelan skenario penangangan dengan pengaturan debit pada Kali Song melalui Dam Tiudan menjadi 100 m3/detik serta Kali Dawir pada Dam Boyolangu dan Dam Serut menjadi 200 m3/detik, menghasilkan sistem yang stabil.
=========================================================
=========================================================
Prior to 1942, the southern area of Tulungagung was a swamp. Following the Japanese occupation and the early days of Indonesian independence, two tunnels, Neyama Tunnels 1 and 2 (official name: Southern Tulungagung Drainage Tunnel 1 and 2), were constructed, along with a third tunnel for hydroelectric power plants. Additionally, the Parit Agung and Parit Raya drainage channels were built. Parit Agung functions as a drainage channel for the Tulungagung area, receiving discharge from the Song River, Dawir River, Ngasinan Kiri River, and Ngasinan Kanan River. Parit Raya serves as a drainage channel for the Trenggalek area, receiving discharge from the Ngasinan River via the Bendo Water Gate and Tawing River. In addition to the primary rivers, Parit Agung and Parit Raya also have sub-watersheds that carry rainwater runoff discharge. The peak Q25 discharge was calculated to be 189.62 m3/second in Song River, 297.78 m3/second in Dawir River, 59.23 m3/second in Ngasinan Kiri River, 76.51 m3/second in Ngasinan Kanan River, 355.57 m3/second in Ngasinan River/Bendo Water Gate, and 198.17 m3/second in Tawing River. The total sub-watershed runoff discharge Q25 in Parit Agung is 336.09 m3/second, while in Parit Raya, it is 307.66 m3/second. The Southern Tulungagung Channel, which is a channel after the confluence of Parit Agung and Parit Raya, has a total Q25 discharge of 1835.53 m3/second considering the sub-watershed runoff discharge and 1191.77 m3/second without considering the sub-watershed runoff discharge. Tunnel 1 is a circular cross-section tunnel with a diameter of 7 meters and a maximum capacity of 413.41 m3/second. Meanwhile, Tunnel 2 is a circular cross-section tunnel with a diameter of 7 meters and a maximum capacity of 483.70 m3/second. The Tulungagung Hydroelectric Power Plant Tunnel was not considered significant due to its small flow rate. Modeling was carried out with 8 scenarios, considering the discharge value entering the system and the opening conditions of the two tunnels - whether fully open or closed. When both tunnels are closed and there is a Q25 discharge of the main rivers with sub-watershed runoff, there is a puddle of 19.69 km2, while if both tunnels are fully opened, there is a puddle of 5.20 km2. If both tunnels are closed and there is a Q25 discharge of the main rivers, there is a puddle of 11.18 km2, while if both tunnels are fully opened, there is no puddle. Thus, it is concluded that both tunnels should not be closed simultaneously, and the sub-watershed overflow discharge should not enter the system and must be controlled. If one of the two tunnels is closed and there is a Q25 discharge of the main rivers, there will be a flood of up to 4.16 km2. Subsequently, a scenario handling model was carried out by setting the discharge on the Song River through the Tiudan Dam to 100 m3/second and the Dawir River at the Boyolangu Dam and Serut Dam to 200 m3/second, resulting in a stable system.

Item Type: Thesis (Diploma)
Uncontrolled Keywords: Parit Agung, Parit Raya, Neyama Tunnels, Southern Tulungagung Drainage Tunnels, Flow Modeling, Water Level Elevation, Flood, HEC-RAS, Parit Agung, Parit Raya, Terowongan Neyama, Terowongan Tulungagung Selatan, Pemodelan Aliran, Elevasi Muka Air, Banjir, HEC-RAS.
Subjects: T Technology > TC Hydraulic engineering. Ocean engineering > TC424 Water levels
T Technology > TC Hydraulic engineering. Ocean engineering > TC530 Flood control
Divisions: Faculty of Vocational > Civil Infrastructure Engineering (D4)
Depositing User: Mochammad Ashar Khanafi
Date Deposited: 13 Aug 2024 02:08
Last Modified: 13 Aug 2024 02:08
URI: http://repository.its.ac.id/id/eprint/112677

Actions (login required)

View Item View Item