Aruan, Jaywaine Baridwan (2025) Penentuan Bahan Baku Bioetanol Di Indonesia Untuk Campuran Bensin (Gasohol) Dengan Metode AHP Dan TOPSIS. Masters thesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
![]() |
Text
6047231022-Master_Thesis.pdf - Accepted Version Restricted to Repository staff only Download (2MB) | Request a copy |
Abstract
Penurunan cadangan bahan bakar fosil dan dampak lingkungan yang ditimbulkan mendorong peralihan global menuju sumber energi terbarukan. Bioetanol sebagai biofuel potensial dapat berkontribusi signifikan dalam mengurangi emisi karbon dan polutan udara, sehingga pemilihan bahan baku yang tepat menjadi kunci pengembangan bioetanol. Penelitian ini mengevaluasi bahan baku terbaik di Indonesia melalui metode AHP dan TOPSIS dari generasi pertama seperti singkong, ubi jalar, jagung, sorghum, tebu/ molase, generasi kedua seperti residu jagung, bagas tebu dan generasi ketiga alga dengan mempertimbangkan kriteria kelayakan keekonomian, kelayakan teknis, ketersediaan bahan baku, dampak lingkungan dan dampak sosial. Hasil analisis AHP menunjukkan bahwa kelayakan keekonomian 0,432 merupakan kriteria utama yang paling diprioritaskan oleh para ahli, diikuti oleh kelayakan teknis 0,197, ketersediaan bahan baku 0,170, dampak lingkungan 0,112 dan dampak sosial 0,089. Dominasi kriteria kelayakan keekonomian ini sangat signifikan, mencerminkan pentingnya aspek profitabilitas untuk menjawab tantangan pengembangan di Indonesia mengingat investasi modal yang besar dan risiko tinggi di tahap awal ini. Hasil analisis TOPSIS menetapkan alternatif generasi pertama tebu sebagai alternatif bahan baku bioetanol peringkat teratas dengan skor preferensi sebesar 0,768, diikuti jagung 0,692 dan singkong 0,673. Keunggulan tebu/ molase ini sangat dipengaruhi oleh aspek kelayakan keekonomian dan ketersediaan bahan baku dari bobot AHP. Atas hasil AHP tersebut kemudian dianalisis tekno ekonomi bioethanol dari tebu untuk memenuhi kebutuhan defisit pasokan bioethanol jangka pendek untuk kebutuhan gasohol E5 sebesar 656.222 kL per tahun di daerah DKI Jakarta dan Surabaya dengan dengan memilih tiga skenario yaitu generasi pertama dengan produk gula dan bioetanol dari molase (P1) dan integrasi generasi pertama molase dan kedua bagas dengan produk gula (P3) dan tanpa gula (P4). Hasilnya atas ketiga skenario ini memberikan hasil NPV positif dan IRR >11%. Adapun untuk memenuhi kebutuhan bioetanol tersebut dapat dikombinasikan penerapan P1 (189.840 kL), P2 (196.040 kL) dan P3 (396.440 kL) untuk memenuhi kebutuhan bioetanol di beberapa wilayah sentra produksi tebu di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Lampung.
==================================================================================================================================
The decline in fossil fuel reserves and the resulting environmental impacts are driving a global shift towards renewable energy sources. Bioethanol, as a potential biofuel, can significantly contribute to reducing carbon emissions and air pollutants, making the selection of appropriate feedstock a key factor in bioethanol development. This research evaluates the best feedstocks in Indonesia using AHP and TOPSIS methods, covering first-generation (cassava, sweet potato, corn, sorghum, sugarcane/molasses), second-generation (corn residue, sugarcane bagasse), and third generation (algae) options, considering criteria of economic feasibility, technical feasibility, feedstock availability, environmental impact, and social impact. The AHP analysis results show that economic feasibility (0.432) is the main criterion most prioritized by experts, followed by technical feasibility (0.197), feedstock availability (0.170), environmental impact (0.112), and social impact (0.089). The dominance of this economic feasibility criterion is highly significant, reflecting the importance of profitability in addressing development challenges in Indonesia, considering the large capital investment and high risks at this initial stage. The TOPSIS analysis results identify sugarcane, a first-generation alternative, as the top-ranked bioethanol feedstock with a preference score of 0.768, followed by corn (0.692) and cassava (0.673). The superiority of sugarcane/molasses is heavily influenced by the economic feasibility and feedstock availability aspects. Based on these AHP results, a techno-economic analysis of sugarcane-based bioethanol was conducted to meet the short-term bioethanol supply deficit for E5 gasohol needs, amounting to 656,222 kL per year in DKI Jakarta and Surabaya. Three scenarios were selected, first-generation with sugar and molasses-based bioethanol production (P1) and integration of first-generation (molasses) and second-generation (bagasse) with sugar production (P3) and without sugar (P4). The results for these three scenarios showed positive NPV and IRR >11%. To meet these bioethanol needs, a combination of P1 (189,840 kL), P2 (196,040 kL), and P3 (396,440 kL) applications can be implemented in several sugarcane production area.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Bioetanol, Bahan baku, Tebu/ molase, AHP, TOPSIS, Kelayakan keekonomian Bioethanol, Feedstock, Sugarcane/molasses, AHP, TOPSIS, Economic feasibility |
Subjects: | T Technology > T Technology (General) T Technology > TD Environmental technology. Sanitary engineering T Technology > TD Environmental technology. Sanitary engineering > TD195.B56 Biomass energy |
Divisions: | Interdisciplinary School of Management and Technology (SIMT) > 61101-Master of Technology Management (MMT) |
Depositing User: | Jaywaine Baridwan Aruan |
Date Deposited: | 01 Aug 2025 00:55 |
Last Modified: | 01 Aug 2025 00:55 |
URI: | http://repository.its.ac.id/id/eprint/125484 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |