Mardiyanto, Ignatius Riyadi (2018) Keterlibatan Emisi Pembangkit dalam Aliran Daya Optimal pada Sistem Tenaga Listrik. Doctoral thesis, Institut Technology Sepuluh Nopember.
Preview |
Text
07111260010012-Disertation.pdf - Accepted Version Download (3MB) | Preview |
Abstract
Pada penggunaan bahan bakar, selain didapatkan energi sebagai hasil proses yang diharapkan, juga menghasilkan emisi gas CO2ekivalen (CO2e) karena proses pembakaran bahan bakar tersebut. Emisi CO2e ini seringkali disebut sebagai emisi gas rumah kaca (GRK). Pada penelitian ini dilakukan studi optimasi aliran daya melibatkan emisi GRK dengan fungsi objektif berupa nilai biaya energi dari penggunaan bahan bakar dan biaya kompensasi emisi GRK menjadi satu persamaan deferensial kuadratik untuk setiap pembangkit listrik.
Fungsi objektif dari optimasi aliran daya tersebut di atas menggunakan pendekatan stoikiometri pada reaksi pembakaran. Sehingga didapat hubungan antara bahan bakar yang dikonversi menjadi energi listrik dan emisi GRK. Untuk mendapatkan biaya energi sebagai fungsi objektif dapat dicari dengan mengalikan banyaknya pemakaian bahan bakar terhadap harga bahan bakar, dan biaya emisi GRK didapat dengan mengalikan banyaknya emisi dengan harga kompensasi emisi GRK. Pada perhitungan ini, harga bahan bakar pada satu rentang waktu pendek harian diasumsikan tetap, demikian pula dengan biaya kompensasi emisi GRK diasumsikan tetap.
Kemampuan konversi energi pada pembangkit listrik berubah terhadap daya yang dihasilkan. Kemampuan konversi energi ini dilihat sebagai fungsi performansi pembangkit listrik dan biasanya juga disebut sebagai fungsi heat rate pembangkit. Nilai heat rate terbaik adalah pada nilai heat rate terendah. Pada nilai daya kecil heat rate bernilai relatif besar jika dibandingkan dengan pada daya nominal, kemudian menurun sampai daya nominal dan naik lagi setelah daya nominal. Nilai heat rate terbaik ada pada nilai daya nominalnya. Pendekatan fungsi heat rate linier pada rentang daya tertentu dapat digunakan untuk membuat model fungsi kuadratik dari model biaya energi yang ramah lingkungan. Pendekatan ini digunakan untuk membuat fungsi objektif biaya energi dan biaya emisi menjadi persamaan deferensial kuadratik dengan variabel berupa daya terkirim. Dengan menggunakan pendekatan stoikiometri dan dengan pendekatan heat rate linier serta harga bahan bakar dan harga kompensasi emisi tetap, maka parameter fungsi biaya bahan bakar dan fungsi biaya kompensasi emisi dapat disatukan menjadi fungsi kuadratik biaya energi yang melibatkan emisi GRK, atau disingkat sebagai fungsi biaya energi.
Model fungsi kuadratik dapat didekati dengan range daya keluaran yang berbeda, yakni menggunakan batasan daya nominal dan atau batasan kapabilitas daya pembangkit. Kedua pendekatan menghasilkan parameter kuadratik γ yang berbeda. Pendekatan pada rentang daya minimum sampai pada daya nominal menghasilkan fungsi deterministik kuadratik dengan γ negatif. Pendekatan pada rentang daya dari daya minimum sampai kapabilitas daya menghasilkan fungsi deterministik kuadratik dengan parameter γ positif. Simulasi dengan fungsi objektif biaya energi pada sistem hydrothermal dengan daya pembangkit listrik tenaga hydro (PLTA) 10 % dari total daya sistem kelistrikan, dan menggunakan harga kompensasi emisi sebesar 10 % dari harga bahan bakar serta menggunakan model kuadratik dan batasan daya masing masing pembangkit pada daya nominal, menggunakan optimal power flow didapatkan hasil simulasi biaya energi karena biaya kompensasi emisi GRK tersebut yakni biaya energi menjadi naik sekitar 23 %.
Selain fungsi biaya energi dengan variabel berupa daya listrik, pembangkit listrik ketika start-up juga telah menggunakan bahan bakar dan mengeluarkan emisi GRK, sehingga model biaya pemakaian energi primer dan biaya kompensasi emisi dibagi menjadi 2 bagian besar. Yakni, pertama adalah model biaya pemakaian energi primer dan biaya emisi sebelum pembangkit listrik mengirimkan daya ke jaringan yang dikenal sebagai biaya start-up. Kedua adalah model biaya ketika pembangkit listrik telah mengirim daya ke jaringan yang pada penelitian ini disebut sebagai model biaya energi. Biaya start-up dapat dikelompokkan berdasarkan waktu keluar dari sistem yakni pendekatan status pembangkit yang berkaitan dengan jenis start-up. Sehingga variabel biaya energi mengikutkan biaya jenis start-up menjadi terdiri dari dua variabel yakni variabel diskrit (biner) dan variabel kantinyu.
Biaya start-up dapat dikelompokkan berdasarkan lamanya waktu ketika pembangkit telah keluar dari sistem kelistrikan, yakni cold start, warm start dan hot start. Pada periode tinjauan harian seperti pada penjadwalan pembangkit listrik, model biaya start-up dikelompokkan menurut jenis start-up, yakni hot start, very hot start. Pada penelitian ini jenis start-up pada penjadwalan harian dikelompokkan menjadi 3 jenis yakni hot start, very hot start. Model berdasarkan jenis biaya start-up pada penelitian ini mempunyai variabel fungsi biner berupa status pembangkit listrik. Nilai biaya pemakaian energi start-up berdasarkan lamanya status keluar dari sistem ditentukan dengan pengelompokan jenis start-up tersebut. Very very hot start berbiaya paling murah karena pembangkit listrik masih sangat panas, very hot start lebih mahal beberapa kali karena pembangkit mulai menurun suhunya dan hot start jauh lebih mahal karena harus memanaskan mesin cukup lama.
Penerapan model biaya energi pada penelitian ini dilakukan pada penjadwalan harian sistem kelistrikan hydrothermal. Pada sistem hydrothermal diketahui bahwa sistem kelistrikan disokong oleh dua jenis pembangkit listrik, yakni PLTA dan pembangkit listrik tenaga thermal (PLT-Thermal). PLTA diketahui energi primernya bergantung pada kecukupan persediaan air pada periode tertentu. Pada musim kemarau kecukupan persediaan air terbatas, sehingga perlu dilakukan maksimasi persediaan air. Sedangkan pada PLT_Thermal dengan persediaan energi primer bahan bakar dianggap tak terbatas, tetapi harga bahan bakar dan harga kompensasi emisi GRK mempunyai biaya yang relatif mahal jika dibandingkan terhadap biaya energi primer PLTA, maka perlu dilakukan minimasi biaya energi sehingga penjadwalan harian menjadi murah dan selalu dapat memenuhi permintaan beban dengan baik. Dua jenis fungsi objektif tersebut pada penelitian ini dilakukan pemisahan dalam optimasinya berdasarkan batasan yang berbeda. Algoritma pemisahan pada penelitian ini disebut algoritma multistage.
Langkah-langkah penjadwalan pada algoritma multistage disimulasikan dalam durasi pendek harian, dengan urutan optimasi pertama adalah langkah maksimasi penggunaan air pada PLTA. Langkah pertama ini mendapatkan daya aktif setiap unit PLTA pada setiap jam selama 24 jam. Langkah kedua adalah penentuan status PLT-Thermal dengan minimasi biaya energi dan jenis start-up dari setiap pembangkit. Hasil langkah kedua ini adalah status dari setiap PLT Thermal pada setiap jam selama 24 jam dari penjadwalan harian. Langkah ketiga adalah menentukan besar daya yang dibangkitkan dari setiap pembangkit listrik yang telah terpilih (berstatus 1) pada langkah sebelumnya dan batasan maksimal daya pada setiap unit PLTA pada setiap jam-nya serta dengan memperhatikan batasan sistem kelistrikan. Menentukan besarnya daya pada setiap jam dilakukan dengan menggunakan optimal power flow (OPF) yakni dengan fungsi objektif minimasi biaya energi, karena bentuk fungsi sudah determinsistik maka metoda numerik dengan interior point dapat digunakan pada langkah ini. Minimasi biaya energi dengan OPF dilakukan pada setiap jam dari penjadwalan harian. Langkah keempat adalah menghitung biaya energi dengan memperhatikan biaya start-up dan biaya pengiriman daya ke sistem kelistrikan dengan memasukkan daya yang dihasilkan dari OPF. Hasil perhitungan penjadwalan harian sistem hydrothermal dengan memperhatikan jenis start-up setiap pembangkit, yakni jika dibandingkan dengan menggunakan metoda optimasi yang lain, dalam hal ini optimasi dengan de-commitment unit interor point solver (DU-IPS) dioptimasi pada rentang waktu selama 24 jam, ternyata algoritma multistage menghasilkan biaya energi harian lebih hemat sekitar 2 % dan daya rerata selama satu hari lebih rendah sekitar 1 %. =========================================================================================================
In the use of fuel other than energy obtained as the result of the expected process, also produces CO2-equivalent gas emissions (CO2e) that is due to the combustion process of these fuels. These CO2e emissions are often referred to as greenhouse gas (GHG) emissions. In this research, a power-optimization study involving GHG emission with objective function is the primary energy cost of fuel combined with the cost of GHG emission compensation into a quadratic differential equation.
The objective function of the power flow optimization above-mentioned uses a stoichiometric approach to the combustion reaction. So we get the relationship between fuel that is converted into electrical energy and GHG emission. To obtain energy costs as an objective function can be sought by multiplying the amount of fuel used for fuel prices, and GHG emission costs obtained by multiplying the number of emissions at the price of GHG emission compensation. In this calculation, the fuel price at a short time span is assumed to be fixed, as is the cost of GHG emission compensation assumed to be fixed too.
The power conversion for the power plant changes with the power generated. This energy conversion is seen as a performance function of a power plant and is also commonly referred to as a power plant heat rate function. The best heat rate is at the lowest heat rate. At the value of small power production then the heat rate is relatively large when compared to the nominal power. Then the value of the heat rate decreases to nominal power generation and rises again after nominal power. Thus, the best heat rate value is at its nominal power value. The linear heat rate approximation approach to a given power production range can be used to create a quadratic function model of the environmentally friendly energy cost
xii
model. This approach is used to make objective function of energy cost and emission cost into a quadratic differential equation with variable is electric power. Using the stoichiometric approach and with the linear heat rate approach as well as fuel prices and fixed emission compensation prices, the fuel cost function parameters and the emission compensation cost function can be composed into a quadratic energy cost function.
Quadratic function models can be approximated by different output power ranges, using nominal power constraints and/or power plant capability constraints. Both approaches produce different quadratic parameters. The approach to the minimum power range up to nominal power produces a quadratic deterministic function with γ negative. The approach of the power range from minimum power to its power capability produces a quadratic deterministic function with γ positive. Simulation with the objective function of energy cost in a hydrothermal system with hydropower is 10% of the total power, and then use the price value of emission compensation 10% of the fuel price and use the quadratic model with the power limits of each plant at nominal of power, simulation results obtained of energy cost because the cost of GHG emission compensation that cost is increased by 23%.
In addition to the energy cost function with variables is electric power, power plants at start-up also have used fuel and emitted GHG emissions, so the primary energy cost model and the cost of emission compensation are divided into 2 major sections. Namely, first is the model of the cost of primary energy use and the cost of emissions, namely before the power plant sends power to a grid known as start-up costs. The second is the cost model when the power plant has sent power to the grid which in this study referred to as the energy cost model. Start-up costs can be grouped based on time of the shutting down from the grid ie the power plant status approach related to the start-up type. So the energy cost variable includes the startup type cost consisting of two variables ie discrete (binary) and continuous variables.
Start-up costs when based on the length of time when the power plant has exited from the electrical system, it can be grouped into cold start, warm start and hot start. In daily review periods such as power plant scheduling, the start-up cost model is grouped by start-up type, ie hot start, very hot start. In this study type of
xiii
start-up on the daily scheduling grouped into 3 types of hot start-up, that are hot start, very hot start and very very hot start. The model based on the type of start-up cost in this study has a variable binary function in the form of power plant status. The cost value of start-up energy consumption based on the length of the exit status from the system is determined by the grouping of the start-up type. Very very hot start the cheapest cost because the power plant is still very hot, very hot start more expensive several times because the plant starts to decrease its temperature and hot start is much more expensive because it must heat the machine long enough.
The application of energy cost model in this research is done on daily scheduling of hydrothermal electrical system. In the hydrothermal system, it is known that the electrical system is supported by two types of power plants, namely hydropower and thermal power plant. The hydropower plant is known that its primary energy depends on the adequacy of water supply for a certain period. In the dry season the adequacy of water supply is limited, so there is a need to maximize water supply. While the thermal power plant with primary fuel energy inventory is considered unlimited, but the price of fuel and GHG emission compensation prices have a relatively expensive cost when compared to the primary energy cost of hydropower, it is necessary to minimize energy costs so that daily scheduling so that it becomes cheap and can always meet the load demand. The two types of objective functions in this study are separated in their optimization based on different constraints. The separation algorithm in this research is called multistage algorithm.
The scheduling steps on the multistage algorithm are simulated in daily short duration, with the first optimization sequence being the maximization step of water use on hydropower. This first step gets active power of each hydropower unit every hour for 24 hours. The second step is the determination of thermal power plant status with the minimization of energy cost and the start-up type of each plant. The result of this second step is the status of each thermal power plant at every hour for 24 hours from daily scheduling. The third step is to determine the amount of power generated from each of the selected power plants (the status is 1) in the previous step and the maximum power limit on each hydropower unit at each hour and with due regard to the electrical system constraints. Determine the amount of
xiv
power at each hour is done by using optimal power flow (OPF) ie with objective function minimization of energy costs because the form of the function has been deterministic then the numerical method with the interior point can be used in this step. Minimization of energy costs with OPF is done at every hour of daily scheduling. The fourth step is to calculate energy costs by taking into account the start-up costs and the cost of delivering power to the electrical system by entering the power generated from the OPF. The results of daily hydrothermal system scheduling calculation by considering the start-up type of each plant, ie, when compared with other optimization methods, in this case optimization with the de-commitment unit of interor point solver (DU-IPS) for 24 hours, it turns out the multistage algorithm produces daily energy costs more sparingly about 2% and average power for one day is lower by about 1%.
Item Type: | Thesis (Doctoral) |
---|---|
Additional Information: | RDE 621.31 Mar k-1 3100018075509 |
Uncontrolled Keywords: | emisi CO2; heatrate pembangkit; biaya bahan bakar dan emisi; bahan bakar campuran; model matematik; multistage algoritm; CO2 emissions; power plant heat rates; fuel and emissions costs; mixed fuel; mathematical models; and multistage algorithms. |
Subjects: | T Technology > TK Electrical engineering. Electronics Nuclear engineering > TK1007 Electric power systems control T Technology > TK Electrical engineering. Electronics Nuclear engineering > TK1322.6 Electric power-plants |
Divisions: | Faculty of Electrical Technology > Electrical Engineering > 20001-(S3) PhD Thesis |
Depositing User: | Mardiyanto Ignatius Riyadi |
Date Deposited: | 23 Jul 2018 02:31 |
Last Modified: | 08 Oct 2020 22:27 |
URI: | http://repository.its.ac.id/id/eprint/52212 |
Actions (login required)
View Item |