Damara, Rio Rizky and Sayekti, Galuh Indira (2023) Pra Desain Pabrik Bioetanol dari Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Other thesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Text
02211940000043_02211940000050-Undergraduate_Thesis.pdf - Accepted Version Restricted to Repository staff only until 1 September 2025. Download (3MB) | Request a copy |
Abstract
Berdasarkan Bussines As Usual and Demand, total kebutuhan energi meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3,5% per tahun seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, ekonomi, harga energi, dan kebijaka pemerintah. Salah satu pengguna energi terbesar adalah sektor transportasi, dengan penggunaan energi untuk BBM mencapai 42% Meningkatnya kebutuhan tersebut tidak diimbangi dengan produksi minyak bumi di Indonesia yang mengalami penurunan sebanyak 50% selama dua dekade terakhir sebesar 484 juta barel di tahun 2000 menjadi sekitar 259 juta barel di tahun 2020. Berkaca dari negara lain yang memiliki masalah serupa dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2015, salah satu solusi dari masalah ketergantungan terhadap bahan bakar fosil adalah bioethanol. Bioetanol merupakan etanol yang diproduksi dari tumbuh-tumbuhan. Bioetanol dapat digunakan sebagai pengganti BBM tergantung dari tingkat kemurniannya. Bioetanol memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar minyak (BBM), antara lain meningkatkan efisiensi mesin, menurunkan kadar emisi CO2, dan memiliki bilangan oktan tinggi (106-110). Bahan baku bioethanol yang persediaannya melimpah di Indonesia, yaitu Tandan Kosong Kelapa Sawit. TKKS merupakan limbah kebun kelapa sawit yang pemanfaatannya masih terbatas. TKKS yang merupakan lignoselulosa memiliki kandungan selulosa sebesar 50–60%, selulosa tersebut digunakan sebagai komponen sumber glukosa yang akan digunakan sebagai umpan dalam pembentukan bioetanol. Berdasarkan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), jumlah limbah TKKS yang dapat dihasilkan pada tahun 2021 sebesar 44,8 juta ton. Berdasarkan data dari Indonesia Biofuel Annual Report 2022, seiring dengan perkembangan waktu, pada tahun 2025 kebutuhan bioetanol semakin meningkat sekitar 303 juta L per tahun, sedangkan pabrik bioetanol yang ada di Indonesia saat ini hanya menghasilkan bioetanol sekitar 200 juta L pertahun. Harapannya, pendirian pabrik bioethanol ini akan memberikan dampak yang baik dan membantu memenuhi kebutuhan konsumsi bioetanol di Indonesia. Diharapkan pabrik bioetanol ini dapat memenuhi kebutuhan etanol Indonesia sebesar 90%, sehingga direncanakan pabrik ini beroperasi dengan kapasitas produksi 45 juta L/tahun dengan asumsi 330 hari produksi. Dimana diperkiran pada bioetanol merupakan campuran sebagai upaya mengurangi ketergantungan impor BBM pada 2025 dan meningkatkan penggunaan bioetanol sebagai campuran BBM. Pabrik bioetanol dari Tandan Kosong Kelapa Sawit prosesnya dibagi menjadi empat unit secara garis besar dari keseluruhan proses, yaitu Pre-treatment yang bertujuan untuk mereduksi ukuran TKKS dan memisahkan lignin pada biomassa lignoselulosa untuk mendapatkan komponen selulosa dan holoselulosa agar lebih mudah didegradasi. Pada proses ini digunakan pre-treatment mekanik dan alkali menggunakan NaOH 1%. Kemudian, hidrolisis holoselulosa bertujuan untuk pemutusan rantai polimer holoselulosa menjadi glukosa dan xilosa. Proses ini menggunakan asam sulfat. Proses ketiga adalah fermantasi yang bertujuan untuk pengubahan gula sederhana menjadi etanol yang berlangsung secara anaerob. Reaksi pembentukan etanol terjadi karena adanya aktivitas dari mikroba pada substrat. Mikroba yang digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae. Terakhir, proses separasi bertujuan untuk memisahkan bioetanol dari beberapa komponen agar menjadi etanol fuel grade dan sesuai dengan standar SNI yang telah ditetapkan. Pabrik bioetanol dari TKKS ini didirikan di Kawasan Industri Dumai, Riau. Yang menjadi pertimbangan penentuannya adalah ketersediaan bahan baku yang amat melimpah di daerah tersebut (luas lahan kelapa sawit terluas di Riau dan terdapat banyak pabrik CPO), ketersediaan air melimpah, sumber energi listrik cukup memadai, jumlah tenaga kerja pada usia kerja memenuhi, dan dilandaskan hukum serta topologi daerah yang memadai jika dibangun pabrik di daerah tersebut. Sumber dana investasi berasal dari modal sendiri sebesar 60% biaya investasi dan pinjaman jangka pendek sebesar 40% biaya investasi dengan bunga sebesar 8,2 % per tahun. Dari analisa perhitungan ekonomi didapat hasil-hasil sebagai berikut :
• CAPEX : Rp 601.235.267.811
• OPEX : Rp 484.534.285.456
• NPV : Rp 95.963.526.551
• IRR : 19,24%
• POT : 5,24 tahun
• BEP : 50,04%
Jika dilihat secara keseluruhan, rata-rata %IRR, BEP dan POT masih menunjukkan bahwa pabrik Bioetanol dari Tandan Kosong Kelapa Sawit ini layak untuk didirikan.
==================================================================================================================================
Based on Business As Usual and Demand, total energy demand is increasing at an average growth rate of 3.5% per year in line with increasing population growth, the economy, energy prices, and government policies. One of the largest energy users is the transportation sector, with energy use for fuel reaching 42%. The increase in demand is not matched by the production of petroleum in Indonesia, which has decreased by 50% over the last two decades, from 484 million barrels in 2000 to around 259 million barrels in 2020. Reflecting on other countries that have similar problems and Regulation of the Minister of Energy and Mineral Resources Number 12 of 2015, one solution to the problem of dependence on fossil fuels is bioethanol. Bioethanol is ethanol produced from plants. Depending on the purity level, bioethanol can be used as a fuel substitute. Bioethanol has several advantages compared to fuel oil, including increasing engine efficiency, reducing CO2 emission levels, and having a high octane number (106-110). The raw material for bioethanol, which is abundant in Indonesia, is empty fruit bunches. OPEFB is a waste product of oil palm plantations whose utilization is still limited. OPEFB, which is lignocellulosic, has a cellulose content of 50–60%, the cellulose is used as a component of the glucose source, which will be used as feed in the formation of bioethanol. Based on the Indonesian Palm Oil Association (GAPKI), the amount of EFB waste that can be produced in 2021 is 44.8 million tons. Based on data from the Indonesia Biofuel Annual Report 2022, over time, in 2025, the need for bioethanol will increase by around 303 million liters per year, while bioethanol factories in Indonesia currently only produce bioethanol around 200 million liters per year. It is hoped that the establishment of this bioethanol plant will have a good impact and help meet the demand for bioethanol consumption in Indonesia. It is hoped that this bioethanol factory can meet Indonesia's ethanol needs by 90%, so this plant is planned to operate with a production capacity of 45 million L/year, assuming 330 days of production. where it is estimated that bioethanol will be a mixture in an effort to reduce reliance on imported fuel in 2025 and increase the use of bioethanol as a fuel mixture. In outline, the bioethanol factory from Empty Palm Bunches is divided into four units, namely Pre-treatment: to reduce the size of OPEFB and separate lignin in lignocellulosic biomass to obtain cellulose and holocellulose components so that they are more easily degraded. In this process, mechanical and alkaline pre-treatments were used using 1% NaOH.; Holocellulose hydrolysis: to break the holocellulose polymer chain into glucose and xylose. This process uses sulfuric acid.; Fermentation: for the conversion of simple sugars into ethanol, which takes place anaerobically. The ethanol formation reaction occurs due to the activity of microbes on the substrate. The microbe used was Saccharomyces cerevisiae.; Separation: to separate bioethanol from several components so that it becomes fuel grade ethanol and complies with established SNI standards. The bioethanol factory from OPEFB was established in the Dumai Industrial Area, Riau. What is considered for the determination is the abundant availability of raw materials in the area (the largest area of oil palm land in Riau, and there are many CPO mills), abundant water availability, sufficient sources of electrical energy, an adequate number of workers of working age, and based on the law, as well as an adequate regional topology if a factory is built in that area. The source of investment funds comes from own capital with 60% of investment costs and short-term loans of 40% of investment costs with an interest rate of 8.2% per year. From the analysis of economic calculations obtained the following results:
• CAPEX : Rp 601.235.267.811
• OPEX : Rp 484.534.285.456
• NPV : Rp 95.963.526.551
• IRR : 19,24%
• POT : 5,24 tahun
• BEP : 50,04%
When viewed as a whole, the average %IRR, BEP and POT still indicate that the Bioethanol plant from Oil Palm Empty Fruit Bunches is feasible to be established.
Item Type: | Thesis (Other) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Bioetanol, Tandan Kosong Kelapa Sawit, Pre-Treatment, Hidrolisa, Fermentasi, Bioethanol, Palm Tree Empty Bunches, Pre-Treatment, Hydrolysis, Fermentation |
Subjects: | T Technology > TP Chemical technology > TP248.3 Biochemical engineering. Bioprocess engineering |
Divisions: | Faculty of Industrial Technology and Systems Engineering (INDSYS) > Chemical Engineering > 24201-(S1) Undergraduate Thesis |
Depositing User: | Galuh Indira Sayekti |
Date Deposited: | 26 Jul 2023 02:43 |
Last Modified: | 26 Jul 2023 02:43 |
URI: | http://repository.its.ac.id/id/eprint/99318 |
Actions (login required)
View Item |